ript type="text/javascript"> //

9.18.2009

Arti Islam


ARTI NAMA ISLAM
oleh : Ust. Aus Hidayat



Di antara keistimewaan agama Islam adalah namanya. Berbeda dengan agama lain, nama agama ini bukan berasal dari nama pendirinya atau nama tempat penyebarannya. Tapi, nama Islam menunjukkan sikap dan sifat pemeluknya terhadap Allah.

Yang memberi nama Islam juga bukan seseorang, bukan pula suatu masyarakat, tapi Allah Ta’ala, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Jadi, Islam sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. dengan nama yang diberikan Allah.

Islam berasal dari kata salima yuslimu istislaam –artinya tunduk atau patuh– selain yaslamu salaam –yang berarti selamat, sejahtera, atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung pengertian: islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam (selamat sejahtera), dan silm (tenang dan damai). Semua pengertian itu digunakan Alquran seperti di ayat-ayat berikut ini.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa’: 125)

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)

Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu’araa’: 89)

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: “Salaamun alaikum (Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu).” Tuhanmu Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An’am: 54)

Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu. (Muhammad: 35)

Sementara sebagai istilah, Islam memiliki arti: tunduk dan menerima segala perintah dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima ajaran Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat untuk mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah.

Kalimatul Islam (kata Al-Islam) mengandung pengertian dan prinsip-prinsip yang dapat didefinisikan secara terpisah dan bila dipahami secara menyeluruh merupakan pengertian yang utuh.

1. Islam adalah Ketundukan

Allah menciptakan alam semesta, kemudian menetapkan manusia sebagai hambaNya yang paling besar perannya di muka bumi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, dengan alam semesta di sekitarnya, kemudian berusaha mencari jalan untuk kembali kepada Penciptanya. Tatkala salah berinteraksi dengan Allah, kebanyakan manusia beranggapan alam sebagai Tuhannya sehingga mereka menyembah sesuatu dari alam. Ada yang menduga-duga sehingga banyak di antara mereka yang tersesat. Ajaran yang benar adalah ikhlas berserah diri kepada Pencipta alam yang kepada-Nya alam tunduk patuh berserah diri (An-Nisa: 125). Maka, Islam identik dengan ketundukan kepada sunnatullah yang terdapat di alam semesta (tidak tertulis) maupun Kitabullah yang tertulis (Alquran).

2. Islam adalah Wahyu Allah

Dengan kasih sayangnya, Allah menurunkan Ad-Dien (aturan hidup) kepada manusia. Tujuannya agar manusia hidup teratur dan menemukan jalan yang benar menuju Tuhannya. Aturan itu meliputi seluruh bidang kehidupan: politik, hukum, sosial, budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, manusia akan tenteram dan damai, hidup rukun, dan bahagia dengan sesamanya dalam naungan ridha Tuhannya (Al-Baqarah: 38).

Karena kebijaksanaan-Nya, Allah tidak menurunkan banyak agama. Dia hanya menurunkan Islam. Agama selain Islam tidak diakui di sisi Allah dan akan merugikan penganutnya di akhirat nanti.

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali Imran: 19)

Islam merupakan satu-satunya agama yang bersandar kepada wahyu Allah secara murni. Artinya, seluruh sumber nilai dari nilai agama ini adalah wahyu yang Allah turunkan kepada para Rasul-Nya terdahulu. Dengan kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan mengajak kepada ajaran Islam. Ada pun agama-agama yang lain, seperti Yahudi dan Nasrani, adalah penyimpangan dari ajaran wahyu yang dibawa oleh para nabi tersebut.

3. Islam adalah Agama Para Nabi dan Rasul

Perhatikan kesaksian Alquran berikut ini bahwa Nabi Ibrahim adalah muslim, bukan Yahudi atau pun Nasrani.

Dan Ibrahim Telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (Al-Baqarah: 132)

Nabi-nabi lain pun mendakwahkan ajaran Islam kepada manusia. Mereka mengajarkan agama sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad saw. Hanya saja, dari segi syariat (hukum dan aturan) belum selengkap yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Tetapi, ajaran prinsip-prinsip keimanan dan akhlaknya sama. Nabi Muhammad saw. datang menyempurnakan ajaran para Rasul, menghapus syariat yang tidak sesuai dan menggantinya dengan syariat yang baru.

Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan Hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri.” (Ali Imran: 84)

Menurut pandangan Alquran, agama Nasrani yang ada sekarang ini adalah penyimpangan dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Isa a.s. Nama agama ini sesuai nama suku yang mengembangkannya. Isinya jauh dari Kitab Injil yang diajarkan Isa a.s.. Agama Yahudi pun telah menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa a.s.. Diberi nama dengan nama salah satu Suku Bani Israil, Yahuda. Kitab Suci Taurat mereka campur aduk dengan pemikiran para pendeta dan ajarannya ditinggalkan.

4. Islam adalah Hukum-hukum Allah di dalam Alquran dan Sunnah

Orang yang ingin mengetahui apa itu Islam hendaknya melihat Kitabullah Alquran dan Sunnah Rasulullah. Keduanya, menjadi sumber nilai dan sumber hukum ajaran Islam. Islam tidak dapat dilihat pada perilaku penganut-penganutnya, kecuali pada pribadi Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Nabi Muhammad saw. bersifat ma’shum (terpelihara dari kesalahan) dalam mengamalkan Islam.

Beliau membangun masyarakat Islam yang terdiri dari para sahabat yang langsung terkontrol perilakunya oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi, para sahabat Nabi tidaklah ma’shum bagaimana Nabi, tapi mereka istimewa karena merupakan pribadi-pribadi dididik langsung Nabi Muhammad. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan penduduk, rohani dan amal, Alquran dan pedang. Pemahaman yang seperti ini telah dibuktikan dalam hidup Nabi, para sahabat, dan para pengikut mereka yang setia sepanjang zaman.

5. Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus

Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup bagi seorang muslim. Baginya, tidak ada agama lain yang benar selain Islam. Karena ini merupakan jalan Allah yang lurus yang diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah.

Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am: 153)

Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (Al-Jaatsiyah: 18)

6. Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat

Sebagaimana sifatnya yang bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda syirik dan kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk surga yang disebut Daarus Salaam.

Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Yunus: 25)

Dengan enam prinsip di atas, kita dapat memahami kemuliaan dan keagungan ajaran agama Allah ini. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Islam itu tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya.” Sebagai ajaran, Islam tidak terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim wajib meyakini kelebihan Islam dari agama lain atau ajaran hidup yang lain. Allah sendiri memberi jaminan.

Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Al-Maa-idah: 3)



Baca Selengkapnya...

9.09.2009

Al Battani

Al Battani (sekitar 850- 923) adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Arab. Al Battani (Bahasa Arab أبو عبد الله محمد بن جابر بن سنان الحراني الصابي البتاني ; nama lengkap: Abū ʿAbdullāh Muḥammad ibn Jābir ibn Sinān ar-Raqqī al-Ḥarrani aṣ-Ṣabiʾ al-Battānī), lahir di Harran dekat Urfa. Salah satu pencapaiannya yang terkenal adalah tentang penentuan tahun matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.

Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri:

\tan a = \frac{\sin a}{\cos a}
\sec a = \sqrt{1 + \tan^2 a }

Beliau juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus:

\sin a = \frac{a}{\sqrt{1 + a^2}}

dan menggunakan gagasan al-Marwazi tentang tangen dalam mengembangkan persamaan-persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel perhitungan tangen.

Al Battani bekerja di Suriah, tepatnya di ar-Raqqah dan di Damaskus, yang juga merupakan tempat wafatnya.




Baca Selengkapnya...

islam

Islam
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Islam (bahasa Arab, al-islām, الإسلام dengarkan: "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim, adapun lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Aspek kebahasaan
Dalam bahasa Arab, Islām berarti “berserah diri” dan merupakan suatu Dīn yang berarti "aturan" atau "sistem" (QS Al-Maidah:83). Secara etimologis, kata tersebut diturunkan dari akar yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām. Kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" dalam bahasa Indonesia.

Islam, yaitu:

-Mengucap dua kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan rasul Allah.
-Mendirikan shalat lima kali sehari.
-Membayar zakat.
-Berpuasa pada bulan Ramadhan.
-Menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu

materi referensi:

MYQURAN.COM
WIKIPEDIA


Baca Selengkapnya...

9.01.2009

Khutbah Idul Fitri

KHUTBAH IDUL FITRI

1 SYAWAL 1428. H
Assalamu’alaikum wr wb
Allahu Akbar 3 X

Suatu kali Rasulullah saw melaksanakan shalat idul Fitri lebih siang dari biasanya, bukan karena beliau lupa, apalagi tertidur setelah shalat subuh. Beliau terlambat ke tempat berkumpulnya jama’ah shalat Id karena beberapa saat menjelang keberangkatannya, beliau mendapati seorang anak yang bermurung durja di tengah teman-temannya yang lagi asyik bermain dan bersuka cita.

Mendapati situasi seperti itu beliau menghampiri anak tersebut, lalu didekapnya dan dielus-elus kepalanya. Setelah cukup mendapatkan kehangatan, beliau lalu bertanya, wahai anakku, mengapa kamu bersedih hati di saat teman-temanmu bersuka ria? Di mana rumahmu? Siapa orangtuamu? Dengan mata nanar anak kecil itu menjawab, ayahku telah lama mati dalam suatu peperngan membela agama Islam, sedang ibuku menikah lagi dengan lelaki lain dan tak lagi menghiraukanku.

Rasulullah saw mendekap lebih hangat lagi, lalu bertanya: maukah kau jadikan aku sebagai ayahmu, ‘Aisyah sebagai ibumu, sedang Fathimah dan Ali sebagai bibi dan pamanmu? Beliau lalu membimbing anak itu ke rumah lalu meminta agar ‘Aisyah memandikannya, membersihkan kotorannya, dan memberinya pakaian terbaik yang dimilikinya. Anak kecil yang berpakaian dekil dan berwajah muram itu seketika berubah penampilannya. Ia kini kelihatan bersih dengan rambut yang tersisir rapih. Pakainnya bagus dan wajahnya berubah menjadi ceria. Ia keluar dari rumah Rasulullah saw sambil berteriak-teriak kepada teman-temannya, akulah anak yang hari ini paling bahagia. Muhammad telah menjadi ayahku, ‘Aisyah menjadi ibuku, sedang Fathimah dan Ali menjadi bibi dan pamanku. Sungguh tak terkira bahagianya anak itu. Kebahagiaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

Di hari idul fitri seperti ini seharusnya tak seorangpun bersedih hati. Semua gembira Semua bahagia. Lebih-lebih anak kecil, mestinya mereka semua bersuka cita. Tapi, sejak keberangkatan kita dari rumah hingga ke tempat ini berap banyak kita dapati anak-anak kecil berada di perempatan jalan, di lampu merah, sedang menadahkan tangan meminta-minta? Sebentar lagi mereka akan datang ke tempat ini, bersama ayah dan ibunya, memungut koran bekas shalat kita. Mereka tidak sendiri, bukan satu atau dua. Mereka itu puluhan, ratusan, ribuan, bahkan entah berapa jumlahnya.

Kalau satu anak yatim saja dapat menghentikan langkah Rasulullah saw menuju tempat shalat idul fitri sampai anak tersebut turut berbahagia, lalu mengapa puluhan dan ratusan anak yang mengalami nasib yang sama tidak mampu menggerakkan hati kita untuk peduli, menyantuni, dan membahagiakan mereka?
Apa yang kita pikirkan ketika membelikan baju baru untuk anak-ank kita? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika menghadapi aneka makanan lezat tersaji di meja makan kita? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika kita bersama-sama keluarga kita melangkah bahagia menuju tempat ini, sekarang ini? Tidakkah terlintas dalam benak kita sekelebat bayangan fakir miskin yang hingga hari ini belum berbuka?

Masih adakah kapling dalam pikiran kita tentang nasib orang-orang yang kurang beruntung? Hari ini, berapa banyak saudara-saudara kita yang terpaksa merayakan idul fitri di tenda-tenda darurat setelah rumahnya dihancurkan oleh bencana alam? Mereka adalah orang-orang miskin baru yang jumlahnya puluhan ribu.

Di Aceh, meski sudah hampir tujuh tahun, belum semua korban tsunami mendapatkan tempat tinggal yang layak, pekerjaan yang memadai, dan pendapatan yang mencukupi. Di Jogyakarta, Bantul dan sekitarnya, ribuan orang masih tinggal di atas puing-puing rumahnya hanya dengan atap dan dinding plastik. Jangankan memikirkan untuk membangun kembali rumahnya yang hancur luluh lantak itu, sedang untuk makan sehari-hari saja mereka masih belum mampu. Di Bengkulu, di Mentawai nasib mereka lebih tragis lagi. Untuk mendata korban saja hingga hari ini pemerintah kita masih belum berhasil, apalagi mendistribusikan bantuannya secara adil dan merata.
Di bagian timur Indonesia tak juga ketinggalan. Banjir bandang menelan korban yang tidak sedikit, rumah-rumah hancur, dan sarana prasarana rusak terbawa arus. Rumah ibadah dan sekolah ikut terbawa arus air bercampur lumpur.

Di Jawa Timur tidak saja kita dapati ribuan warga yang kehilangan tempat tinggalnya akibat lumpur Lapindo, tiba-tiba kabar baru dari Blitar dan Kediri menyebutkan bahwa gunung Kelut siap memuntahkan laharnya. Setelah diberi status siaga, lagi-lagi ribuan warga harus meninggalkan rumah tempat tinggalnya. Mereka mengungsi tanpa kepastian, kapan bisa kembali.

Allahu Akbar 3X
Allah swt telah mentarbiyah kita selama sebulan penuh melalui ibadah Ramadhan. Melalui puasa kita dididik dan dilatih untu peduli dan berbagi. Puasa tidak saja menahan lapar dan haus di siang hari, tapi di balik haus dan lapar itu kita dihantarkan untuk ikut berempati merasakan langsung sebagian dari penderitaan saudara-saudara kita, para fuqara dan masakin.
Islam adalah agama atau satu satunya agama yang paling banyak mengingatkan ummatnya tentang fuqara dan masakin. Bahkan orang-orang yang tidak peduli kepada mereka tegas-tegas disebutnya sebagai orang yang mendustaan agama. Allah berfirman:

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
(QS Al- Maaun :1- 7)

Kedermawanan adalah sikap mulia dan terpuji, sementara kikir adalah perbuatan jahat dan hina. Seorang mukmin tak mungkin menjadi kikir, sebab ia yakin bahwa semua yang diberikan kepadanya adalah amanat dari Allah swt. Rizki dan karunia itu tidak untuk dimakan sendiri, tapi ia senantiasa mengingat ”kanan-kiri”. Ia sadar bahwa di dalam hartanya terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan. Untuk itu ia selalu peduli dan mau berbagi.
Rasulullah bersabda:

Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika ia terpeleset. Orang yang dermawan dekat kepada Allah, dekat kepada manusia, dan dekat pada surga. Orang yang bodoh tapi dermawan lebih disukai Allah daripada orang alim (ahli ibadah) tapi kikir.” (HR. Thabrani)

Ketahuilah bahwa di dunia ini banyak orang yang malang, di antara mereka ada yang malang karena ulah mereka sendiri, tapi tidak sedikit yang malang karena nasib. Mereka menjadi yatim, misalnya bukan karena kemauan mereka sendiri. Mereka yatim karena bapaknya telah dipanggil Allah swt. Tidak ada seorang anakpun yang menginginkan menjadi yatim, tapi taqdir Allah yang menentukan.

Banyak juga orang-orang miskin di antara kita bukan karena mereka menghendaki kemiskinan. Mereka miskin karena lahir di tengah keluarga yang miskin. Mereka sejak kecil tidak bisa bersekolah. Karena tidak sekolah maka ia menjadi kurang terampil. Karena kurang terampil maka ia tidak berkesempatan untuk memasuki lowongan pekerjaan. Karena tidak mendapatkan pekerjaan yang layak maka mereka jadi miskin. Kebodohan dan kemiskinan adalah mata rantai setan yang harus diputus. Di sini harus ada intervensi pemerintah. Pemerintah tidak boleh membiarkan adanya orang miskin tanpa memberi perlindungan, bantuan, dan pemberdayaan.

Karenanya tidak salah jika Undang-undang Dasar menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak yatim menjadi tanggungjawab negara. Tapi bagaimna prakteknya? Jauh panggang dari api. Jauh harapan dari kenyataan. Yang terjadi justru sebaliknya. Para pelacur dilindungi, sementara fakir miskin digusur, dikejar-kejar, dan disingkirkan.
Sungguh aneh, ketika jumlah orang miskin bertambah DPRD bersama pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Perda (Peraturan Daerah) yang isinya sangat kontroversial. Orang miskin tidak boleh ada di jalanan, berjualan secara asongan atau meminta minta. Mereka bisa diancam hukuman penjara. Demikian juga kepada para pengendara yang berderma, memberi uang recehan kepada mereka. Orang yang memberi maupun yang diberi sama-sama mendapat ancaman hukuman yang berat.

”Jakarta untuk semua”, hanya semboyan yang laku ketika kampanye. Dalam prakteknya Jakarta hanya untuk orang kaya. Orang miskin dilarang sakit karena Rumah Sakit hanya untuk orang kaya. Orang miskin dilarang sekolah karena sekolah hanya untuk orang kaya. Orang miskin dilarang bekerja, karena semua jenis pekerjaan hanya untuk orang kaya. Orang miskin dilarang hidup di Jakarta karena Jakarta hanya untuk orang kaya.

Allahu Akbar 3X
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah


Kita setuju jika aparat menangkapi orang-orang miskin di jalanan dan melarang keras pengendara memberi ”uang recehan” kepada mereka, asal pemerintah benar-benar telah menjalankan amanahnya, yaitu memelihara, melindungi, menyantuni, dan memberdayakan mereka.

Kita ingin jalanan, perempatan, dan lampu merah bersih dari peminta-minta, tapi kepada mereka, apakah mereka diberi jaminan kehidupan yang layak? Diberi tempat tiggal yang memadai? Apakah mereka hanya ditangkapi lalu dibuang entah kemana? Itukah arti menertibkan? Itulah arti mengamankan? Sebagai rakyat biasa kita sering dibuat bingung, mana yang namanya ”membina” dan mana yang disebut ”membinasakan”.
Di sini kami hanya mengingatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

”Sesungguhnya kalian mendapat pertolongan dan memperoleh rizki karena adanya orang-orang lemah di antara kalian.” (Al-Hadis)

Wahai Presiden, siapakah yang memilih Anda? Siapakah yang paing banyak menyumbang suara Anda, orang-orang miskin atau orang-orang kaya?
Wahai para Gubernur, Anda menjabat sebagai kepala daerah atas dukungan siapa?
Wahai para Bupati dan walikota, Anda menempati posisi sekarang karena suaranya siapa?
Wahai para saudagar dan pengusaha, siapakah yang mati-matian bekerja siang malam dengan upah kecil untuk perushaan Anda? Siapakah yang menyopiri mobil mewah Anda, membersihkannya setiap hari sehingga Anda bisa tampil gagah? Siapakah yang menyiapkan makan Anda? Siapakah yang menyemir sepatu dan menyetrika baju Anda? Mereka adalah orang-orang kecil, kaum dhuafa diantara kita. Lalu, apakah jasa-jasa mereka kita lupakan begitu saja?

Allahu Akbar 3X
Jama’ah kaum muslimin yang berbahagia


Di hari yang fitri ini kami mengajak kita semua untuk bersilaturrahim, menyambung tali kasih di antara kita. Mari kita kunjungi saudara-saudara kita yang dekat maupun yang jauh, terutama kerabat yang miskin. Mereka biasanya minder mendatangi Anda karena khawatir dikira meminta-minta.
Tanyakan kepada mereka tentang anak-anaknya, apakah mereka semua telah sekolah. Jika Anda mendapati mereka tidak sekolah, angkatlah ia sebagai anak asuh Anda. Tanyakan pula tentang pendidikan agama mereka. Jangan sampai dari lingkungan keluarga kita terdapat orang-orang yang menetang agama.

Silaturrahim kita baru bermakna jika kita tidak sekadar berkunjung, bertemu, dan berttap muka. Silaturrahim kita baru berarti jika di dalamnya kita menjalin tali kasih dan tali sayang. Kita tolong saudara-saudara kita yang kurag mampu. Kita bantu saudara-saudara kita yang perlu bantuan. Kita hormati orang yang lebih tua. Kita sayangi saudara-saudara kita yang lebih muda.
Dalam al-Qur’an banyak kita dapati perintah bersilaturrahim, di antaranya Allah berfirman:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga dekat akan haknya, (juga kepada) orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan dan janganah kamu menghambur-hamburkan hartamu (secara boros).” (QS Al-Isra: 26)

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
”Dan bertaqwalah kepada Allah, dimana kamu saling meminta antara satu dengan yang lain dengan (menyebut nama)-Nya, dan (peliharalah hubungan) keluarga, sesungguhnya Allah mengawasi kalian semua.” (An-Nisaa: 1)

Sungguh banyak manfaat bersilaturrahim. Selain mendatangkan kebahagiaan, silaturrahim juga mendatangkan rizki dan memperpanjang usia. Membangun silaturrahim tak ubahnya seperti membangun jejaring bisnis. Dari silaturrahim lahirlah koneksi, dari koneksi muncullah oportunity (kesempatan). Dari oportunity itu akan melahirkan rizki. Razki itu bisa berupa uang, kebahagiaan, juga kesehatan atau umur panjang.
Mengingat pentingnya silaturrahim ini, maka jangan sekali-kali kita mencoba untuk memutuskannya. Allah tidak menyukainya.

”Orang-orang yang merusak perjanjian Allah setelah dikokohkannya, dan memutus sesuatu yang Allah telah memerintahkan untuk menyambungnya, dan berbuat kerusakan di muka bumi, mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Baqarah: 27)
Sebagai bagian akhir dari khutbah ini kami ingin menukil sebuah hadits Qudsi berikut ini:

Dari Abdurrahman bin Auf ia berkata, saya mendengar rasulullah saw bersabda bahwa Allah berfirman (dalam hadits Qudsy): ”Aku adalah Allah. Aku adalah Ar-Rahim (maha Pengasih). Aku ciptakan kerabat dan aku keluarkan untuknya nma dari nama-Ku. Maka barangsiapa menyambungnya, Aku akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutuskannya, maka Aku akan memutuskannya pula.” (HR. Abu dawud dan Turmudzi)

Mudah-mudahan Allah mengampuni segala dosa kita, menerima seluruh amal ibadah shaum kita, meridhai kita, dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Baca Selengkapnya...